Pernyataan diatas bukanlah suatu gambaran kehidupan yang hanya rekaan semata;memang belum terjadi tetapi itu mencerminkan kualitas udara di Jakarta saat ini. Masalahnya, kita warga Jakarta baik itu pendatang maupun warga asli jakarta bukan dalam posisi untuk memilih udara yang kita hirup sekarang. sehingga suka atau tidak suka kita harus siap dan terpaksa untuk menghirup udara yang sangat kotor ini. Bayangkan saja kualitas udara kota Jakarta berada di peringkat 3 sebagai kota dengan udara terburuk di Dunia.
Sekarang kita lihat kenyataannya sekarang, beramai-ramai orang untuk menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membeli secara kredit kendaraan pribadi sehingga tidak perlu lagi berjalan atau menumpang kendaraan umum yang belum bisa memberikan kenyamanan yang memadai. Padahal kita semua tahu bahwa bertambahnya jumlah kendaran bermotor itu merupakan sebagai penyumbang terbesar pencemaran udara di perkotaan. Sehingga kita tunggu waktu saja gambaran kehidupan yang dipaparkan diata akan menjadi kenyataan apabila upaya penanggulangan pencemaran udara belum membuahkan hasil apapun.
Dari ulasan diatas maka munculah pertanyaannya bahwa bagaimana yang sebenarnya harus dilakukan untuk tercapainya penanggulangan pencemaran udara di kota Jakarta ini??
disini penulis mengkutip dari apa yang dikatakan oleh guru besar Universitas Indonesia bapak Emil Salim yang dikenal sangat peduli pada permasalahan lingkungan hidup yaitu sebagai berikut:
pertama:
Kendalikan sebab pokok penduduk terangsang tinggal diluar Jakarta walau bekerja di Jakarta. Apa yang menjadi daya tarik Jakarta? Bisakah daya tarik ini dipindahkan ke luat kota Jakarta?
kedua:
Sistem angkutan Indonesia terlalu mengutamakan pembangunan jalan untuk meladeni kebutuhan pengguna kendaraan pribadi. Sedangkan angkutan nonjolan, seperti angkutan kereta api, sungai, laut dan udara serta fasilitas angkutan publik terbanting ke urutan prioritas yang rendah.
ketiga:
Lebih mengefektifkan perencanaan tata ruang yang memperhitungkan lokasi pembangunan secara efisien secara spasial dalam pola pembangunan berkelanjutan. Perencanaan ruang ini kurang digubris bahkan tidak ada sama sekali, sehingga pembangunan perumahan berlangsung acak-acakan tanpa adanya rencana yang jelas.
keempat:
Masalah lingkungan hidup, seperti pencemaran udara, tidak masukperhitungan struktur ongkos angkutan, sehingga pemakai kendaraan bebas gratis mencemari udara. Izin trayek angkutan tidak mengindahkan daya dukung jalan, sehingga sering ditemukan kepadatan lalu lintas melewati ambang batas kekayaan lingkungan.
kelima:
Kelemahan dalam pentadbrian pelaksanaan pemerintahan(weak governance) menyulitkan pelaksanaan pembangunan yang komprehensif dan tertuju bagi kepentingan rakyat banyak.
Apabila kelima masalah pokok diatas bisa dipecahkan dalam satu rangkuman kebijakan pembangunan yang komprehensif, maka bukan tidak mungkin ini bisa menanggulangi pencemaran udara kota dalam alur pembangunan berkelanjutan.
Sekian dulu dan diakhir kata; mari kita bersama-sama membangun Ibu Kota Negara Jakarta dan RI yang bebas dari pencemaran udara dan terpelihara keasrian alami lingkungan yang dapat mensejahterakan masyarakat Indonesia.