Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email

ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR

Hasil gambar untuk contoh karya arsitektur neo vernakular
Arsitektur Neo-Vernakular merupakan suatu paham dari aliran Arsitektur Post-Modern yang lahir sebagai respon dan kritik atas modernisme yang mengutamakan nilai rasionalisme dan fungsionalisme yang dipengaruhi perkembangan teknologi industri. Arsitektur Neo-Vernakular merupakan arsitektur yang konsepnya pada prinsipnya mempertimbangkan kaidah-kaidah normative, kosmologis, peran serta budaya lokal dalam kehidupan masyarakat serta keselarasan antara bangunan, alam, dan lingkungan.
Arsitektur neo-vernakular, tidak hanya menerapkan elemen-elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern tapi juga elemen non fisik seperti budaya, pola pikir, kepercayaan, tata letak, religi dan lain-lain. Bangunan adalah sebuah kebudayaan seni yang terdiri dalam pengulangan dari jumlah tipe-tipe yang terbatas dan dalam penyesuaiannya terhadap iklim lokal, material dan adat istiadat. (Leon Krier, 1971).
Menurut Charles Jencks dalam bukunya “language of Post-Modern Architecture (1990)” maka dapat dipaparkan ciri-ciri Arsitektur Neo-Vernakular selalu menggunakan atap bumbungan. Atap bumbungan menutupi bagian tembok sampai hampir ke tanah sehingga lebih banyak atap yang diibaratkan sebagai elemen pelidung dan penyambut, dari pada tembok yang digambarkan sebagai elemen pertahanan yang menyimbolkan permusuhan. Batu bata (dalam hal ini merupakan elemen konstruksi lokal). Bangunan didominasi penggunaan batu bata abad 19 gaya Victorian yang merupakan budaya dari arsitektur barat. Mengembalikan bentuk-bentuk tradisional yang ramah lingkungan dengan proporsi yang lebih vertikal. Kesatuan antara interior yang terbuka melalui elemen yang modern dengan ruang terbuka di luar bangunan. Dari ciri-ciri di atas dapat dilihat bahwa Arsitektur Neo-Vernakular tidak ditujukan pada arsitektur modern atau arsitektur tradisional tetapi lelbih pada keduanya. Hubungan antara kedua bentuk arsitektur diatas ditunjukkan dengan jelas dan tepat oleh Neo-Vernakular melalui trend akan rehabilitasi dan pemakaian kembali.

Pengertian Arsitektur Neo-vernkular
Kata NEO atau NEW berarti baru atau hal yang baru, sedangkan kata vernacular berasal dari kata vernaculus (bahasa latin) yang berarti asli. Maka arsitektur vernakular dapat diartikan sebagai arsitektur asli yang dibangun oleh masyarakat setempat.
Arsitektur Vernakular konteks dengan lingkungan sumberdaya setempat yang dibangun oleh masyarakat dengan menggunakan teknologi sederhana untuk memenuhi kebutuhan karakteristik yang mengakomodasi nilai ekonomi dan tatanan budaya masyarakat dari masyarakat tersebut. Dalam pengertian umum, arsitektur Vernacular merupakan istilah yang banyak digunakan untuk menunjuk arsitektur indigenous kesukaan, tribal, arsitektur kaum petani atau arsitektur tradisional.
Pengertian Arsitektur Vernakular sering disamakan dengan Arsitektur Tradisional. Joseph Prijotomo berpendapat bahwa secara konotatif tradisi dapat diartikan sebagai pewarisan atau penerusan norma-norma adat istiadat atau pewarisan budaya yang turun-temurun dari generasi ke generasi.

Ciri-ciri Arsitektur Neo-vernakular
Dari pernyataan Charles Jencks dalam bukunya “language of Post-Modern Architecture (1990) maka dapat dipaparkan ciri-ciri Arsitektur Neo-Vernakular sebagai berikut.
1)      Selalu menggunakan atap bumbungan.
Atap bumbungan menutupi tingkat bagian tembok sampai hampir ke tanah sehingga lebih banyak atap yang diibaratkan sebagai elemen pelidung dan penyambut dari pada tembok yang digambarkan sebagai elemen pertahanan yang menyimbolkan permusuhan.
2)      Batu bata (dalam hal ini merupakan elemen konstruksi lokal).
Bangunan didominasi penggunaan batu bata abad 19 gaya Victorian yang merupakan budaya dari arsitektur barat.
3)      Mengembalikan bentuk-bentuk tradisional yang ramah lingkungan dengan proporsi yang lebih vertikal.
4)      Kesatuan antara interior yang terbuka melalui elemen yang modern dengan ruang terbuka di luar bangunan.
5)      Warna-warna yang kuat dan kontras.
Dari ciri-ciri di atas dapat dilihat bahwa Arsitektur Neo-Vernakular tidak ditujukan pada arsitektur modern atau arsitektur tradisional tetapi lelbih pada keduanya. Hubungan antara kedua bentuk arsitektur diatas ditunjukkan dengan jelas dan tepat oleh Neo-Vernacular melalui trend akan rehabilitasi dan pemakaian kembali atap miring,batu bata sebagai elemen local, susunan masa yang indah.
Mendapatkan unsur-unsur baru dapat dicapai dengan pencampuran antara unsur setempat dengan teknologi modern, tapi masih mempertimbangkan unsur setempat, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
ü  Bentuk-bentuk menerapkan unsur budaya, lingkungan termasuk iklim setempat diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural  (tata letak denah, detail, struktur dan ornamen).
ü  Tidak hanya elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern, tetapi juga elemen non-fisik yaitu budaya, pola pikir, kepercayaan, tata letak yang mengacu pada makro kosmos, religi dan lainnya menjadi konsep dan kriteria perancangan.
ü  Produk pada bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip-prinsip bangunan vernakular melainkan karya baru (mangutamakan penampilan visualnya).

Prinsip – Prinsip Desain Arsitektur Neo-Vernakular
Adapun beberapa prinsip-prinsip desain arsitektur Neo-Vernakular secara terperinci adalah sebagai berikut.
1.       Hubungan Langsung, merupakan pembangunan yang kreatif dan adaptif terhadap arsitektur setempat disesuaikan dengan nilai-nilai/fungsi dari bangunan sekarang.
2.       Hubungan Abstrak, meliputi interprestasi ke dalam bentuk bangunan yang dapat dipakai melalui analisa tradisi budaya dan peninggalan arsitektur.
3.       Hubungan Lansekap, mencerminkan dan menginterprestasikan lingkungan seperti kondisi fisik termasuk topografi dan iklim.
4.       Hubungan Kontemporer, meliputi pemilihan penggunaan teknologi, bentuk ide yang relevan dengan program konsep arsitektur.
5.       Hubungan Masa Depan, merupakan pertimbangan mengantisipasi kondisi yang akan datang.

Tinjauan Arsitektur Neo-vernakular

Perbandingan
Tradisional
Vernakular
Neo-vernakular
Ideology
Terbentuk oleh tradisi yang diwariskan secara turun-temurun,berdasarkan kultur dan kondisi lokal.
Terbentuk oleh tradisi turun temurun tetapi terdapat pengaruh dari luar baik fisik maupun nonfisik, bentuk perkembangan arsitektur tradisional.
Penerapan elemen arsitektur yang sudah ada dan kemudian sedikit atau banyaknya mengalami pembaruan menuju suatu karya yang modern.
Prinsip
Tertutup dari perubahan zaman, terpaut pada satu kultur kedaerahan, dan mempunyai peraturan dan norma-norma keagamaan yang kental
Berkembang setiap waktu untuk merefleksikan lingkungan, budaya dan sejarah dari daerah dimana arsitektur tersebut berada. Transformasi dari situasi kultur homogen ke situasi yang lebih heterogen.
Arsitektur yang bertujuan melestarikan unsur-unsur lokal yang telah terbentuk secara empiris oleh tradisi dan mengembang-kannya menjadi suatu langgam yang modern. Kelanjutan dari arsitektur vernakular
Ide desain
Lebih mementingkan fasat atau bentuk, ornamen sebagai suatu keharusan.
Ornamen sebagai pelengkap, tidak meninggalkan nilai- nilai setempat tetapi dapat melayani aktifitas masyarakat didalam.
Bentuk desain lebih modern.

Tabel Perbandingan Arsitektur Ttradisional, Vernakular dan Neo Vernakular.
Sumber : Sonny Susanto, Joko Triyono, Yulianto Sumalyo
Dalam hal ini, pengertian arsitektur vernacular sering disamakan dengan arsitektur tradisional dan dapat diartikan bahwwa secara konotatif kata tradisi dapat diartikan sebagai pewarisan atau penerusan norma-norma adat istiadat atau pewaris budaya yang turun temurun dari generasi ke generas. Arsiektur dan bangunan tradisional merupakan hasil seni budaya tradisional, yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia budaya tradisional, yang mampu memberikan ikatan lahir batin.



TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL


TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL
Pengambilan sampel dilakukan dalam rangka penghematan biaya, tenaga, dan waktu, namun karena cara pengambilan sampel beraneka ragam teknik pengambilan sampel harus ditentukan berdasarkan tujuan penelitian serta kondisi populasi seperti luas, sebaran dan sebagainya.
Secara umum, teknik pengambilan sampel dapat dilakukan dengan acak (random sampling) dan tanpa acak (nonrandom sampling). Dikatakan pengambilan sampel secara acak, bila pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa sehingga probabilitas setiap individu diambil sebagai sampel diketahui,  sedangkan pada pengambilan sampel tanpa  acak, probabilitas setiap unit untuk diambil sebagai sampel tidak diketahui dan factor subjektif memegang peranan penting.

1.     Pengambilan sampel secara acak.
Pengambilan sampel secara acak (random sampling) mendasarkan diri pada prinsip peluang. Artinya, setiap “individu” anggota populasi yang diteliti harus memiliki peluang yang sama untuk dapat dijadikan sampel. Oleh karena itu, teknik random sampling juga disebut teknik probability sampling. Agar setiap individu anggota populasi berkesempatan untuk terpilih menjadi sampel dilakukan pengacakan  atau perandoman yang dilakukan dengan cara diundi. Dengan cara demikian, sampel yang tercuplik benar-benar dapat mewakili populasinya.

Pengambilan sampel secara acaka terdiri dari 5 jenis yaitu:
ü  Pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling)
Yang dimaksud dengan pengambilan sampel acak sederhana ialah pengambilan sampel sedemikin rupa sehingga setiap unit dasar (individu) mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel.
Cara ini merupakan cara sederhana, namun dalam praktek jarang digunakan secara tunggal terutama dalam pengambilan sampel terhadap populasi yang besar, tetapi caa ini mempunyai arti yang ssangat penting karena pengambilan sampel acak sederhana merupaakan acak dari pengambilan sampel yang lain.

Contoh:
Misalnya dalam melakukan sebuah penelitian tugas akhir  dibutuhkan 20 sampel, sedangkan populasi penelitian berjumlah 200 orang.
Maka disini, si peneliti harus melakukan undian mendapatkan sampel pertama.

ü  Pengambian sampel acak dengan stratifikasi
Merupakan pengambilan sampel yang dilakukan dengan membagi populasi menjadi beebrapa strta dimana setiap strata adalah homogen, sedangkan antar strata terdapat sifat yang berbeda, kemudian dilakukan pengambilan sampel pada setiap strata.
(Sumber: Budiarto, Eko.(2002). Metode Penelitian kedokteran. Jakarta. Penerbit buku kedoteran EGC)
Contoh:
Misalnya disni kita melalukan penelitian tentang perilaku merokok mahasiswa arsitektur universitas trisakti.
Dari 1000 mahasiwa dibuat strata laki-laki dan strata perempuan diperoleh strata laki-laki 400 orang dan strata perempuan 600 orang . disini misalnya peneliti membutuhkan 100 sampel maka masing-masing strata diambil 50 sampel (100/2). Proposi strata laki-laki (400/1000)x100=40. Maka sampel yang diambil dari strata laki-laki sebanyak 40 sampel.  Dan untuk strata perempuannya (600/1000)x100=60. Jadi disini sampe yang diambil ari strata perempuan sebanyak 60 sampel.
ü  Pengambilan sampel acak bertahap
Cara ini merupakan salah satu model pengambilan sampel secara acak yang pelaksanaannya dilakukan dengan membagi populasi menjadi beberapa fraksi kemudian diambil sampelnya. Sampel fraksi yang dihaslkan dibagi lagi menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil dan diambil lagi sampelnya. Pembagian fraksi ini dilakukan terus sampai pada sampel yang diinginkan. Unit sampel pertama disebut primary sampling unit (PSU.)Pengambilan sampel acak bertingkat ini biasanya digunakan bila kita mengambil sampel dengan jumlah yang tidak banyak pada populasi yang besar.

Contoh:
Misalnya akan diadakan penelitian tentang pola pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh penduduk sebuah kota. Disini, kota tersebut menjdi populasi studi dengan RT sebagai unit sampel dan kelurahan kelurahan sebagai PSU. Dari jumlah PSU tersebut diambil sampel dengan cara acak sedrhana kemudian sampel kelurahan dibagi  menjadi RW dan diambil sampelnya. Selanjutnya, dari sampel RW diambil sampel RT dan semua penduduk dewasa dalam RT tersebut merupakaan sasaran penelitian.

ü  Pengambilan sampel acak sistematik
Dikatakan pengambilan sampel acak sistematis bila pengambilan sampel acak dilakukan dengan berurutan dengan interval tertentu.besarnya interval (i) dapat ditentukan dengan membaagi populasi (N) dengan jumlah sampel yang diinginkan (n) atau I = N/n.

Contoh:
misalnya kita akan meneliti pola penyakit selama 1 tahun yang terjadi disuatu rumah sakit maka kartu penderita merupakan populasi studi.
Misalkan terdapat 1000 kartu dan akan diambil menjadi sampel 10% atau 100 buah kartu denan interval 1000/100=10
Pengambilan sampel pertama yang terletak anata nomor urut 1-10 dapat dilakukan dengan acak sederhana atau diambil kartu yang terletak ditengah antara kartu pertama dengan kartu kesepuluh.
Selanjutnya diambil sampel dengan interval 10 sampai dengan jumlah yang kita inginkan. Mislnya sampel pertama adalaah nomor urut 5, maka sampel kedua adalah nomor urut 15 dan sampel ketiga adalah nomor urut 25 dan seterusnya.

ü  Pengambilan sampel kelompok (cluster sampling)
Pengambilan sampel kelompok dilakukan bila kita akan mengadakan suatu penelitian dengan mengambil kelompok unit dasar smpel.

Contoh:
Disini misalnya kita mengadakan penelitian di universitas Trisakti tentang status gizi universitas Trisakti maka sebagai unit sampel adalah universitas Trisakti. Bila seluruh sampel mahasiswa universitas trisakti diteliti status gizinya maka disebut one stage simple cluster sampling.
Bila setelah diperoleh sampel universitas dilakukan pengambilan sampel lagi maka disebut two stage simple cluster sampling.

2.     Pengambilan sampel tanpa acak.
Pengambilan sampel tanpa acak ini digunakan bila kita ingin mengambil sampel yang sangat kecil pada populasi besar karena pada kondisi demikian dengan cara apapun tidak mungkin mendapatkan sampel yang dapat mengambarkan keadaan populasinya, bahkan mungkin dengan pengambilan sampel tanpa acak akan menghasilkan bias yang lebih kecil dibandingkan pengambian sampel secara acak
Pengambilan sampel tanpa acak yang akan diurai meliputi:
1.     Pengambilan sampel seadanya
2.     Pengambilan sampel berjatah
3.     Pengambilan sampel dengan pertimbangan

1.     Pengambilan sampel seadanya.
Pengambilan sampel yang dilakukan secara subjektif oleh peneliti ditinjau dari suut kemudahan, tempat pengambilan sampel, dan jumlah sampel yang akan diambil. dalam dunia kedokteran, cara ini sudah tidak digunakan lagi, tetapi masih digunakan dalam bidang social ekonomi dan politik untuk mengetahui opini masyarakat tentang suatu hal.

Contoh:
Apabila kita meneliti tentang pendapat masyarakat terhadap larangan merokok karena merugikan kesehatan , untuk pengambilan sampelnya maka peneliti cukup brdidr dipinggir jalan lalu menanyakan kepada orang-orang yang ebetulan lewat tergantung keinginan peneliti dengan jumlah yang seadanya ssampai sudah merasa cukup. Selanjutnya, data yang dikumpulkan di olah dan ditarik kesimpulannya.kesimpulan yang ditarik tersebut akan menghasilkan bias yang sangat besar.

2.     Pengambilan sampel berjatah.
Caranya hamper sama dengan pengambilan sampel seadanya , tetapi dengan control yang lebih baik untu mngurangi bias.pelaksanannya sangat tergntung pada peneliti tetapi dengan jumlah dan juga kriteria yng suah ditentukan sebelumnya.

Contoh:
Misalnya kita melakukan penelitian mengenai tingkat pendidikan masyarakat. Dalam hal ini, telah ditntukan dengan jumlah 100 orang dengan kriteria 50 orang laki-laki dan 50 orang perempuan yang berumur antar 25-35 tahun, tetapi disini 50 orang laki-laki an 50 orang perempuan yang akan diwawancarai atau yang akan dijadiin sampel untuk diawancarai tergantung sepenuhnya  pada peneliti.

3.     Pengambilan sampel dengan pertimbangan.
Dikatakan pengambilan sampel dengan pertimbangan bila cara pengambilan sampel dilakukan dengan sedemikian lupa sehingga kewakilannya ditentukan oleh peneliti  berdasarkan pertimangan orang-orang berpengalaman. Cara ini bisa dikatakan lebih baik dari dua cara sebelumnya karna dilakukan berdasarkan pengalaman dari berbagai pihak.

Contoh:
Pengambilan sampel satu desa dalam suatu kabupaten yang dapat mewakili akan sangat sulit dilakukan secara acak. Dalam kondisi demikian maka cara yang memadai adalah dilakukan pengambilan sampel dengan pertimbangan orang-orang yang sudah brpengalaman hingga didapat sampel yang cukup dapat mewakili suatu kabupaten tersebut.

Kesimpulan
Dari uraian diatas, maka saya mengambil kesimpulan bahwa metode pengambilan sampel dapat dilakukan dalam rangka penghematan biaya, tenaga dan waktu. Namun karena cara pengambilan sampel harus ditentukan berdasarkan tujuan penelitian dan kondisi populasi seperti luas, sebaran dan sebagainya. Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara acak (random sampling) dan tanpa acak (nonrandom sampling). Pengambilan sampel secara acak dilakukan secara objektif sedemikian rupa sehingga propabilitas setiap unit sampel diketahui, sedangkan pengambilan sampel tanpa acak dilakukan sedemikian rupa sehingga propabilitas setiap unit sampel tidak diketahui dan faktor subjektif memegang peran penting. Oleh karena itu, pengambilan sampel tanpa acak ini, walaupun dilakukan sedemikian rupa sehingga mempunyai tingkat kewakilan yang tinggi, tetapi tidak dapat dievaluasi secara objektif.

 (Sumber: Budiarto, Eko.(2002). Metode Penelitian kedokteran. Jakarta. Penerbit buku kedoteran EGC)
(Sumber: Sarwono,jonathan.(2003). metode penelitian kuantitatif.yogyakarta)
 
Copyright © -2012 ARCHITECTURE DAN KOTA All Rights Reserved | Template Design by ARCHITECTURE DAN KOTA |