Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email

KAMPUNG ARSITEKTUR NUSANTARA, WAE REBO


Rumah Adat Mbaru Niang merupakan rumah tradisional salah satu suku Manggarai. Terdapat di Desa Wae Rebo, Pulau Flores Nusa Tenggara Timur.Rumah ini sangat langka hanya ada 7 unit saja, namun memang disengaja harus hanya ada 7, karena sesuai dengan kepercayaan dan adat tradisi leluhur mereka.
Desa Wae Rebo terletak diatas lembah dan di kelilingi pegunungan dengan hutan yang sangat lebat dan cukup sangat terpencil jauh dari desa-desa lainnya.Danterletak pada ketinggian 1100 m diatas permukaan air laut.Rumah adat Mbaru Niang ini merupakan bangunan terdiri dari 5 lantai dengan bentuk mengerucut keatas.
.Lutur atau tenda lantai dasar, digunakan sebagai tempat tinggal sang penghuni.
· Lobo berfungsi sebagai gudang tempat menyimpan bahan makanan dan barang.
· Lentar berfungsi untuk menyimpan benih tanaman untuk bercocok tanam.
· Lempa Rae berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan stok cadangan makanan yang berguna disaat paceklik atau gagal panen.
· Hekang Kode berfungsi sebagai tempat sesajen untuk para leluhur mereka.
Kontruksi bangunan rumah adat Mbaru Niang ini hanya menggunakan sistem pasak dan pen lalu diikat dengan rotan sebagai penguat setiap tulang fondasinya.
Desain rumah panggung selain melindungi penghuni dari binatang buas dan tanah yang basah, kolong rumah kerap digunakan untuk menenun.


Setiap rumah ada dua pintu, di depan, di belakang, serta empat jendela kecil. Masuk ke dalam rumah yang remang-remang, terlihat langit-langit yang tinggi dan kayu-kayu konstruksi. Yos pemandu saya, bercerita, mbaru niang terdiri dari lima tingkat, masing-masing memiliki fungsi dan nama  tersendiri.

Tingkat pertama yang ditinggali orang untuk beraktivitas disebut lutur. Sedangkan tingkat kedua adalah lobo, ketiga adalah lentar, keempat lempa rae, dan kelima adalah hekang kode, merupakan loteng yang biasa digunakan antara lain untuk menyimpan benih tanaman dan persediaan makanan.

Tingkat lutur dibagi tiga, bagian depan ruangan untuk bersama, semacam ruang keluarga. Di bagian dalam adalah kamar-kamar yang disekat menggunakan papan, dan dapur di bagian tengah rumah. Atap rumah terbuat dari ijuk dan alang-alang. Aroma asap kayu bakar langsung menyergap saat saya masuk ke dalam rumah gendang. Acara masak memasak di dalam rumah yang membuat rumah penuh asap, tak disangka itu ada gunanya. ”Asap dan panas dari tungku berguna untuk mengawetkan kayu bangunan, juga persediaan makanan yang disimpan di loteng,”

Biasanya, wanita Waerebo menenun saat tidak bekerja di kebun. Makanya, untuk menyelesaikan satu buah sarung, bisa memakan waktu sebulan, atau lebih.
Sarung di sini ada dua macam: songke dan curak. Songke mempunyai ciri khas, yaitu berwarna dasar hitam dengan motif hias berwarna biru, kuning, hijau, putih, jingga, dan magenta. Ini sarung khas Manggarai. Motif hiasnya bisa bermacam-macam: bunga, daun, atau kotak-kotak geometris. Songke digunakam saat acara resmi, juga dikenakan sehari-hari.

Curak adalah sarung  bermotif gari-garis dengan aneka warna cerah. Sarung-sarung ini lumayan tebal, sehingga, selain dipakai sebagai bawahan, pada malam hari bisa untuk menghangatkan tubuh.

Jika anda berkeinginan untuk pergi kesana, ada beberapa hal yang anda siapkan dulu yaitu sebagai berikut:
1. Sepatu Hiking
2. Ransel yang kuat untuk trekking
3. Ambil memang uang tunai di labua Bajo/Cancar sebab di Wae rebo tidak ada ATM
4. Bawah  jaket dan kaus kaki untuk tidur
5. Batrei HP cadangan
6. Bawalah buku bacaan untuk anak-anak Wae Rebo sebagai oleh-oleh
7. Persiapkan fisik dengan matang sebelum kesana.

 
Copyright © -2012 ARCHITECTURE DAN KOTA All Rights Reserved | Template Design by ARCHITECTURE DAN KOTA |